Senin, 25 November 2013

EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

MAKALAH
HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Tentang:

EKONOMI ISLAM


logo IAIN

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, MA

Disusun oleh:
MUSLIM
310.K003



JURUSAN PROGRAM KHUSUS PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1434 H – 2013 M
 

KATA PENGANTAR

            Pertama-tama marilah kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah menyingkap tirai rembulan malam  di kegelapan malam, yang mengisi seratus satu macam legenda kehidupan langit berbyanyi bumi bersiul ikut menyaksikan kehindahan alam, subhanallah ternyata lukisan seni tak seindah lukisan Sang Ilahi.
            Sebagai langkah yang kedua, salawat beriringan salam kita ucapkan buat Nabi Muhammad SAW sebagai agent of changed buat umat manusia, yang membawa umat manusia dari yang tidak berilmu pengetahuan sampai kehidupan yang berilmu pengetahuan (who has changed his imber from the dakness period into the knowladge  period as we feel right now)
Selanjutnya, makalah yang penulis susun ini berjudul “Ekonomi Islam di Indonesia” yang sebagai tugas dalam mata kuliah Hukum Islam di Indonesia.
            Saya sebagai pemakalah sangat menyadari bahwa makalah saya ini masih banyak kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
            Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada Dosen pembimbing  yang telah memberikan tugas serta kepercayaan kepada penulis untuk membuat dan menyusun makalah ini, semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa terutama bagi penulis yang membuat makalah ini.

                                                                                    Padang, 8 November 2013



                                                                                                MUSLIM
                                                                                                310.K003





















EKONOMI ISLAM DI INDONESIA
A.    Pendahuluan
Perkembangan ekonomi Islam akhir-akhir ini begitu pesat, baik sebagai ilmu pengetahuan maupun sebagai sebuah sistem ekonomi telah mendapat banyak sambutan positif di tingkat global. Sehingga  dalam tiga dasawarsa ini mengalami kemajuan, baik dalam bentuk kajian akademis di Perguruan Tinggi Negeri maupun swasta, dan  secara praktik operasional.
Dalam bentuk praktiknya, ekonomi Islam telah berkembang dalam bentuk kelembagaan seperti perbankan, BPRS, Asuransi Syari’ah, Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syari’ah, dengan instrumen obligasi dan Reksadana Syariah, Dana Pensiun Syari’ah, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, maupun lembaga keuangan publik Islam seperti lembaga pengelola zakat dan lembaga pengelola wakaf.
Perkembangan aplikasi Ekonomi Islam di Indonesia dimulai sejak didirikannya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, dengan landasan hukumnya UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang telah direvisi dalam  UU nomor 10 tahun 1998.[1] Selanjutnya berturut-turut telah hadir beberapa UU sebagai bentuk dukungan pemerintah terhadap kemajuan aplikasi ekonomi Islam di Indonesia.
Dengan kemajuan yang dicapai ekonomi Islam tersebut, berimplikasi kepada banyaknya masyarakat Indonesia yang beraktivitas dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS), maka sangat dimungkinkan terjadinya sengketa hukum di bidang ekonomi Islam. Dalam hal ini akan diselesaikan oleh Pengadilan Agama.[2]
B.     Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia
Gerakan lembaga keuangan Islam modern dimulai dengan didirikannya sebuah local saving bank yang beroperasi tanpa bunga di desa Mit Ghamir di tepi sungai Nil Mesir pada yahun 1969 oleh Dr. Abdul Hamid An Naggar. Walaupun beberapa tahun kemudian tutup karena masalah manajemen, bank lokal ini telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam pertama di Makkah pada tahun 1975. Sebagai tindak lanjut rekomendasi dari konferensi tersebut, dua tahun kemudian, lahirlah Islamic Development Bank (IDB) yang kemudian diikuti oleh pendirian lembaga-lembaga keuangan Islam di berbagai negara, termasuk negara-negara bukan anggota OKI, seperti Philipina, Inggris, Australia, Amerika Serikat dan Rusia.[3]
Di Indonesia sendiri perkembangan ekonomi islam di awali dengan berdirinya bank syariah di Indonesia pada tahun 1992 yaitu Bank Muammalat, perbankan syariah di Indonesia terus berkembang. Bila pada tahun 1992-1998 hanya ada satu unit saja maka pada tahun 1999 jumlahnya bertambah tiga unit, dan ditahun-tahun berikutnya lembaga keuangan syariah berkembang pesat.
C.    Sejarah Perbankan Syariah di Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.[4]
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.[5]
Ini adalah suatu bukti bahwa mengembangkan perekonomian secara syariah harus diikuti dengan pengembangan dan pembangunan aspek dan instrumen terkait yang menjadi bagian yang tak bisa di pisahkan sebagai faktor utama dalam mengembangkan ekonomi syariah.

D.    Hukum Ekonomi Islam di Indonesia

Perkembangan LKS seiring dengan perkembangan regulasi yang mengatur operasionalnya. Berturut turut sejak berdirinya Bank Muamalat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan seperti, UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, direvisi dalam  UU No. 10 tahun 1998. yang mengatur landasan hukum dan jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh perbankan syari’ah, juga arahan bagi perbankan konvensional melakukan  dual banking system atau konversi.[6]
Selanjutnya, lahir  UU No. 23 Tahun 1999 direvisi UU No.3 Tahun 2004 tentang BI, sebagai penanggung jawab otoritas moneter bank syari’ah dan bank konvensional.  Kemudian disusul disahkan UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan perkembangan yang sangat signifikan  dengan disahkannya undang-undang no 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah.[7]
Kemudian untuk menyelesaikan sengketa di LKS, pemerintah mengeluarkan UU No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama sebagai revisi UU No.7 tahun 1989, yang sebelumnya diselesaikan di PN atau Badan Arbitrase Syari’ah.
Lahirnya UU No 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama, membawa implikasi besar terhadap perundang-undangan yang mengatur harta benda,  bisnis dan perdagangan secara luas. Pada pasal 49 point i disebutkan, bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang –orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah.
Dalam penjelasan UU tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi :
a.       Bank syariah
b.      Lembaga keuangan mikro syari’ah
c.       Asuransi syari’ah
d.      Reasurasi syari’ah
e.       Reksadana syari’ah
f.       Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
g.      Sekuritas syariah
h.      Pembiayaan syari’ah
i.        Pegadaian syari’ah
j.        Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah
k.      Bisnis syari’ah.
Amandemen ini membawa implikasi dalam sejarah hukum ekonomi Islam di Indonesia. Selama ini, wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syariah  diselesaikan di PN yang notabene belum bisa dianggap sebagai hukum syari’ah. Dalam aplikasinya, sebelum amandemen UU No 7/1989  ini,  penegakkan hukum kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut mengacu pada ketentuan KUH Perdata.[8]
Ketika wewenang mengadili sengketa hukum ekonomi syariah menjadi wewenang absolut hakim PA, maka kehadiran KHES (Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah) menjadi urgen, seperti yang dibuat pemerintahan Turki Usmani bernama Al-Majallah Al-Ahkam al-’Adliyah.[9]  Sehingga hukum ekonomi syariah memiliki kepastian hukum dan para hakim memiliki rujukan standar. Hal ini juga menjadi signifikan karena masalah asuransi syari’ah, reasuransi, pegadaian syari’ah, reksadana syariah, obligasi syari’ah, pasar modal syariah, dan berbagai institusi lainnya belum memiliki payung hukum yang kuat.
Kalaupun ada aturan-aturan hukum tersebut tersebar ke berbagai tempat. seperti Fatwa DSN, regulasi BI, kitab-kitab fiqih dan fatwa-fatwa ulama klasik dan kontemporer. Sehingga belum menjadi satu dalam bentuk kodifikasi. Kenyataan inilah yang dijawab MA dengan menghadirkan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).
KHES berdasarkan PERMA No 2 Tahun 2008 tanggal 10 September tersebut terdiri dari 4 buku, 43 bab, 796 pasal. Buku I tentang Subyek Hukum dan Amwal (3 bab, 19 Pasal), Buku II tentang Akad (29 bab, 655 Pasal). Buku III tentang Zakat dan Hibah (4 bab, 60 Pasal), dan Buku IV tentang Akuntansi Syariah (7 bab, 62 Pasal).[10]

E.     Kesimpulan
Dalam bentuk praktiknya, ekonomi Islam di Indonesia telah berkembang dalam dua bentuk kelembagaan yaitu lembaga perbankan dan lembaga non perbankan seperti BPRS, Asuransi Syari’ah, Pegadaian Syariah, Pasar Modal Syari’ah, dengan instrumen obligasi dan Reksadana Syariah, Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah, maupun lembaga keuangan publik Islam seperti lembaga pengelola zakat dan lembaga pengelola wakaf.

















Senin, 07 Oktober 2013

Tarikh Tasyri' di masa Imam Ahmad bin Hanbal



مقالة
تاريخ التشريع الإسلامي
عن: تاريخ التشريع في عهد الإمام أحمد بن حنبل


مدرس:
المحترم دكتور عيد النوفيا

مرتب:
مسلم
310.خ.003

قسم مقارنة المذاهب والقانون في كلية الشريعة
الجامعة الإسلامية الحكومية إمام بنجول بادنج
1434 ه – 2012 م